Langsung ke konten utama

Fenomena Bledug Kuwu

Wisata Bledug Kuwu di Grobogan (Purwodadi)



Sejak Dahulu Kabupaten Grobogan memang di kenal dengan kota wisata, kebanyakan tempat wisata di Kabupaten Grobogan berupa proses alam seperti Api Abadi Mrapen, Bledug Kuwu, Gua Lawa, dan masih banyak lagi. Tetapi ada juga obyek wisata di Kabupaten Grobogan yang berupa buatan manusia, contohnya waduk kedung ombo yang sudah saya bahas kemarin.

Membahas wisata yang terjadi karena proses alam di Kabupaten Grobogan memang tak kan ada habisyna, Karena memang di Kabupaten terbesar no 2 di Provinsi Jawa Tengah ini terdapat banyak sekali obyek-obyek wisata yang masih alami, salah satunya yang satu ini .

Bledug Kuwu itulah nama salah satu ikon pariwisata Grobogan.

Terletak di desa kuwu kecamatan kradenan 28 km kearah timur dari kota purwodadi grobogan. obyek wisata bledug kuwu merupakan pesona keindahan alam. keanehan yang ada di obyek wisata ini adalah adanya letupan - letupan lumpur yang airnya mengandung garam dan itu berlangsung terus menerus sehingga menimbulkan pemandangan alam yang sangat menakjubkan, padahal tempat itu letaknya cukup jauh dari laut.

Bledug Kuwu mempunyai keistimewaan tersendiri, apabila dilihat dari peta geologi Dr AJ Panekoek, bahwasanya tanah-tanah yang ada bledugnya adalah jenis Aluvial Plains(tanah endapatan atau tanah mengendap) bersamaan dengan meletupnya bledug, keluarlah uap, gas dan air garam. Suara bledug terjadi karena muntahnya kawah yang berupa lumpurdengan warna kelabu atau kelabu kehitam hitaman, tetapi kalau dicampur dengan air maka akan menjadi putih. Apabila diendapkan air endapan bledug kuwu adalah tanah kapur dan tepat sekali apabila disitu dulunya laut kemudian menjadi daratan, karena erosi dari gunung kapur sudah tentu tanah endapannya mengandung kapur.


Sejarah Singkat Bledug Kuwu


Masyarakat Grobogan Purwodadi sudah tidak asing lagi akan adanya “bledhug kuwu“ tersebut, sebab obyek Bledhug Kuwu telah menjadi obyek wisata alam yang menarik di daerah tersebut. Keajaiban alam berupa “plembungan endhut“ yang meletus ( bledhug ) dengan suara letusan yang cukup keras ini memang benar – benar ajaib. Bledhug itu sepanjang zaman tidak putus – putusnya terjadi dilokasi tanah seluas kurang lebih 40 Ha. Bledhug itu ada yang sangat besar, bahkan ada yang sebesar rumah penduduk.

Menurut cerita tutur, bledhug itu terjadi karena ulah Jaka Linglung, Putra Aji Saka atau Prabu Jaka dari kerajaan Medang Kamulan.

Pada satu ketika Jaka Linglung yang berwujud ular naga itu disuruh Aji Saka atau Prabu Jaka membunuh Dewata Cengkar yang telah berubah rupa menjadi seekor buaya putih yang sangat besar, sebagai syarat untuk diakui sebagai anaknya. Jaka Linglung berangkat ke laut selatan tempat Dewata Cengkar bertahta. Dia tidak sabar melalui darat, maka dia melalui dalam tanah, jalan yang dilalui oleh Jaka Linglung itu akhirnya berubah menjadi “tanah lendhut“ Bledhug yang terjadi adalah nafas Jaka Linglung selama dalam perjalanan itu. Jadi menurut kepercayaan orang, ada hubungan bledhug itu dengan laut selatan.

Kenyataan sampai sekarang, air dari bledhug itu mengandung garam dan ditambang oleh penduduk sekitarnya sebagai tambang garam yang diambil dari air bledhug tersebut.

Selanjutnya cerita Jaka Linglung menurut cerita Aji saka, adalah sebagai berikut : Dalam serat primbon Jayabaya ( hal. 23 – 24 ) terdapatlah pasal yang menyebutkan tentang perginya Prabu Esaka dalam bab V Piwulang Dewa, yang berbunyi :
Pun Jaka sengkala anakipun Empu Anggejali, patutan saking Dewi Saka, Putranipun Raja Sarkil ing pulo Najran Sareng Jaka Sengkolo jumeneng nata, jejuluk Sang Aji Saka jengkar saking negaripun lajeng Nga Jawi, tanpo wonten ing redi kandha ( kendeng ? ) tlatah banyuwangi jejuluk Empu Sengkala. Anuju ing Surya Adam, tahun 5164, Chandra 5316, Empu Sengkala macak titimangsa tahun jawi : kaeteng tahun Candra – Sengkala I Warsa. Tahun Rum anuju angka 444 warsa. Tahun Adam tahun Surya 5161 warsa. Tahun Masehi 78 jumenengan nata.
Bada waktu Jaka Sengkala yang kemudian bergelar Aji Saka ditanah najiran, dia berguru kepada Nabi Muhamad SAW. Oleh guru dia diusir karena bersahabat pula dengan Malaikat Ijajil (Iblis). Kemudian Aji Saka pergi ke tanah Jawa lewat tanah Lampung, dengan namanya Sang Mudhik bathara Tupangku. Dia ke tanah Jawa dengan keempat orang muridnya. Di tanah Jawa dia mendirikan perguruan di ujung kulon. Kemudian mengembara sampai ke Galuh. Disini murid – muridnya ditinggalkannya, dan dia terus mengembara ke arah timur. Sampailah dia ke Medang Kamulan, tempat Prabu Dewata Cengkar, raja yang gemar makan manusia, bertahta .

Menurut serat Sindula ( Babat pajajaran, naskah carik ) negara Medang Kamulan dikuasai oleh seorang raja raksasa yang gemar makan manusia, bernama Prabu Dewata Cengkar. Akibat ulah raja itu rakyat menjadi sangat susah, sebab tiap hari harus dapat menyerahkan seorang manusia sebagai santapannya. Prabu Dewata Cengkar itu adalah putra Prabu Sindula, titisan Dewa Wisnu ke dunia di negara Galuh. Prabu Dewata Cengkar berontak kepada ayahnya Prabu Sidula kalah dan Moskwa Dewata Cengkar menggantikan kedudukan ayahnya sebagai raja Galuh. Kerajaan dipindahkan ke Medang Kamulan.

Sementara itu dalam pengembaraan Aji Saka sampailah ke Negara Medang Kamulan itu. Aji Saka datang ke rumah janda sengkeran, seorang janda patih di Medang Kamulan. Disitu, sebagai seorang guru (Brahmana) dia banyak mengajarkan ilmu sastra, ilmu penitisan dan ilmu pengetahuan agama. Dari cerita janda sengkeran diketahui bahwa dalam negara Medang Kamulan sedang dilanda kesusahan yang besar, sebab ulah prabu Dewata Cengkar yang gemar makan manusia. Sebagai seorang Brahmana Aji Saka ingin melepaskan rakyat Medang dari kesengsaraan itu. Maka dia minta kepada janda Sengkeran agar dia haturkan kepada Prabu Dewata Cengkar untuk dijadikan santapannya. Karena kehendak Aji Saka itu tidak dapat dihalangi oleh janda sengkeran, akhirnya Aji Saka dihaturkan ke Prabu Dewata Cengkar untuk dijadikan santapannya .

Di hadapan Prabu Dewata Cengkar, Aji Saka menyatakan mau disantap oleh Sang Prabu asal dapat meluluskan satu permintaannya, yaitu minta tanah seluas kain ikat kepalanya. Sang Prabu tidak keberatan meluluskan permohonan tersebut .
…. Pan apurun dados dhaharing Sang Nata, nanging dharber prajanji nuwun bumi medhang, sawijare kang dhestar, bumi dhen suwun sumiyeh, yen sampun tanpa semonggo karso aji. Serat (Sindula : 17)  
Demikianlah permohonan Aji Saka tersebut dikabulkan. Destar (Ikat Kepala) diminta oleh prabu Dewata Cengkar, kemudian ditebarkan (dijereng), ternyata kain ikat kepala itu menutupi seluruh daerah Medang Kamulan karena kalah janji, maka Prabu Dewata Cengkar beserta prajuritnya yang setia diusir dari Negeri Medang terjadilah perang yang hebat dan Prabu Dewata Cengkar terpojok di pantai laut selatan, akhirnya dia menceburkan diri ke laut, dan berubah menjadi buaya putih yang merajai laut selatan.
Dyan Dewata cengkar salah kedaden, pan dadi baya putih wis kena ing papa, ceritane kang rama gengiro ka giri – giri, lir endra suta kagila – gila ngajrihi .( Ibit : 18 ) .
Di laut selatan Dewata Cengkar mendirikan kerajaan manusia.
Patihnya bernama Adipati Gajah Mina
Bupati bernama Ki Tumenggung Mamprang
Prajurit Haryo Lodan, Ronggo saradulo demang Wikridipo, Ki Pandelengan mina , Santono Tumenggung Mamprang, Harya Kaluyu, Raden Saradula, Demang Santapan Tumenggung Mamprang Hanya terdapat dua raja yaitu Ratu Kidul dan Prabu Dewata Cengkar
Keduanya saling berebut pengaruh dan saling ingin berkuasa.
Demikianlah setelah Dewata Cengkar kalah dan menjadi buaya putih, Aji Saka diangkat menjadi raja Medhang Kamulan dengan gelar Jaka atau Empu Lodang Widayaka, atau Prabu Aji Saka.

Setelah menjadi raja, Aji Saka ingat akan dua anak abdinya yang ditinggalkan di pulau Mejati, yaitu Ki Dora dan Ki Samboda. Maka diutus abdinya yang lain untuk memanggil kedua abdinya itu. Yang datang adalah Ki Dora sedang Ki Samboda masih tetap di Pulau Majeti menunggui pusaka Aji Saka seperti pesan yang pernah ditinggalkan oleh Aji saka. Melihat kenyataan tersebut, maka Ki Dora disuruh kembali memanggil Ki Samboda dengan membawa keris pusakanya sekali. Tetapi lama sudah kedua abdi itu tidak kembali. Maka Aji Saka memutuskan Ki Duga dan Ki Prayuga ke Pulau Majeti. Dua Prayuga sampailah di Pulau Majeti ditemukan bahwa Ki Dora dan Ki Samboda telah kedapatan mati bersama. Melihat keadaannya keduanya habis berkelahi dan mati sampyuh .

Ing Pulau Mejati Nora kepanggih pun Dora Samboda inulatan, kepanggih mati karone ANACARAKA lampus, labet DATASAWALA sami, sakti PADHAJAYANYA, sakti sareng lamus, MANGGABATANGA sih, sandagane karone magsih sinanding, suku pepet, cokro pengkal. ( Ibit : 21 ) 
Melihat kematian Dora Samboda tersebut, Duga Prayoga segera kembali ke Medang Kamulan, atur periksa kepada Prabu Jaka. Prabu Jaka menerima laporan tersebut sangat sedih sebab sebenarnya dialah yang bersalah. Untuk mengenang peristiwa tersebut maka Prabu Jaka menceritakan CARAKA JAWA yang terdiri dari empat kalimat ( Utusan berjumlah empat orang ) dan masing – masing kalimat terdiri dari 2 huruf Nglegena ( peristiwa itu mengenai lima orang jadi CARAKA JAWA berjumlah dua puluh buah, caraka jawa itu dapat hidup dan berguna bagi kehidupan umat manusia harus disandangi dengan suku, wulu, cakra, cecak, pengkal, taling, taling tarung, layar dan sebagainya. Sedang huruf itu ada beberapa yang mati kalau dipangku

Susunan caraka jawa itu adalah :

HA - NA - CA - RA - KA 


DA - TA - SA - WA - LA
PA - DHA - JA - YA - NYA
MA - GA - BA - THA - NGA
Caraka jawa tersebut disusun berdasarkan tua mudanya sastra, yaitu “sastra sandi sarimbagi”, setelah ditambah dengan huruf hidup : I, o, u, e, e menjadi berjumlah 25 buah kemudian ditambah lagi dengan pengkal, cakra, keret, cecak dan wignyan jumlah menjadi 30 buah. Lengkaplah sudah cara jawa dapat hidup dan kehidupan manusia didunia .

Dengan karya tersebut menandakan bahwa Aji Saka adalah seorang Brahmana yang wignya, mahir dalam segala ilmu dan ngilmu lahir dan batin. Walaupun sudah menjadi raja, Aji Saka masih tetap melalukan kesenangan lamanya, yaitu pergi menyepi, bertapa di hutan dan gunung keramat .

Pada suatu hari Aji Saka sedang menyepi di hutan dia melihat seekor ular naga yang sedang bertapa di sebuah goa. Aji Saka panas hatinya, ular tersebut dibunuhnya setelah ular naga itu mati terdengarlah suara .
Sikaara mateni ulo taami, busuk tembe Prabu Saka sirna anggabung kelanange pujangga muskha sampun ( Ibit : 44 ).
Suara tersebut berasal dari arwah ular naga yang mati itu. Dan umpatan ular itu nantinya menjadi kenyataan. Pada suatu hari Aji Saka ingin nantinya menjadi kenyataan. Pada suatu hari Aji Saka ingin menengok Nyai Janda Sengkeran. Dahulu ketika dia datang pertama kali di negara Medang Kamulan dia mengetahui Nyai Janda mempunyai seorang anak perempuan yang cantik putri tersebut sekarang mestinya sudah dewasa anak itu bernama Retno Dewi Rarasati. 

Ketika dia sampai ke rumah janda tersebut dia melihat Retno Dewi Rarasati sedang menumbuk padi. Kainnya terbuka keatas dan kelihatanlah pahanya yang mulus. melihat hal tersebut Aji Saka jatuh birahinya. Dia tidak menahan asmaranya maka jatuhlah air maninya ke bumi kebetulan pada waktu itu ada seekor ayam kate putih simbar delima milik Nyi janda. Air mani itu dimakannya kemudian pergi dilain pihak Retno Dewi Rarasati melihat Aji Saka seperti kena gendam dan jatuh cinta nafsu asmaranya tidak tertahankan, maka noktahnya jatuh cinta. Nafsu asmaranya tidak tertahankan maka noktahnya jatuh ke bumi. Noktah itupun dimakan oleh ayam kate tersebut .

Kehendak Dewata tidak dapat diingkari. Ayam tersebut kemudian bertelur sebutir. Prabu Aji Saka sangat malu dengan peristiwa tersebut, inilah pembalasan ular naga yang mati di bunuhnya selanjutnya telur tersebut diambil nyi janda dan ditaruh di padaringan. Aneh, beras di padaringan tidak habis – habis walaupun tiap hari diambil berasnya bahkan bertambah banyak. Kemudian telur itu dipindahkan kelumbung tempat menyimpan padi. Dilumbung telur itu menetas menjadi seekor ular naga yang sangat besar, Nyi janda Sengkeran sangat takut pada ular itu kemudian dia berlari untuk menghadap patih melaporkan peristiwa tersebut. Kemanapun Nyi janda pergi selalu diikuti ular naga tersebut. Akhirnya sampailah kehadapan patih terngger. Ki Patih sangat takut melihat ular tersebut lebih mengherankan lagi bahwa ular itu dapat berbicara seperti manusia .
Pujangga Gumuyu suka, kaki patih ojo wedi lan tho payo podha lengah, mengko suntutur rumiyen, Ki patih langkung ajrih, gumeter nggennyo alungguh, ngucap gugup agreragapan. Tik saka apa siriki, tanpa sangkan sumabur ponang pujangga. Tata jalma bisa ngucap. Kulo niki kaki patih, arsa sowan Kanjeng Rama ing Medang Srinarapati. Ki Dipati marijrih, wus sarep ing penggalih ( serat sindula : 46 ) .
Mendengar perkataan ular yang dapat bercakap – cakap layaknya seperti manusia Ki Patih tidak lagi. Maka dia melaporkan hal tersebut kepada Prabu Jaka. Menerima laporan tersebut, raja sangat malu. Dia teringat akan peristiwa masa lalu dengan Retno Dewi Rarasati. Kenyataan itu harus dihadapi dan diterimanya. Akhirnya dia berkata, bahwa laporan itu dia terima dan ular itu diberi nama ular linglung atau Jaka linglung. Raja mengakui sebagai putranya dengan syarat Jaka Linglung dapat membunuh mungsuh utamanya, yaitu Dewata Cengkar, yang sekarang telah beralih menjadi buaya putih bertahta di laut selatan. Jaka linglung menyanggupinya. Maka berangkatlah dia ke laut selatan. Jalan yang dilaluinya menjadi rata, maka dia masuk ke bumi, dan timbul kembali ke laut selatan.
Ingkang kamargen waradin nadyan jurang pan wiradin, kasuwen ambeles mangidul, lebul telengin samudro.

Di laut selatan, dia ketemu dengan Ratu Angin ( Ratu Kidul ) yang sedang dilanda kesedihan, karena rakyatnya sedang mendapat gangguan hebat dari rakyat buaya putih Dewata Cengkar. Mengetahui kedatangan Jaka Linglung hendak membunuh Dewata Cengkar itu, Ratu Kidul sangat senang hatinya. Bahkan dia berjanji bila jika linglung dapat membunuh Dewata Cengkar, dia akan mengabdi kepadanya. Dijadikan Raja Selatan, walaupun sebentar, dia akan dijadikan menantunya dikawinkan dengan anaknya : Retno Blorong, kenyataannya Jaka dapat membunuh Dewata Cengkar dan janji Dewi Angin Angin dipenuhi (Ranggawarsito; Witorotyo 111, 1992 , 122 -12 ).
Setelah beberapa lama di laut selatan, Jaka Linglung minta ijin kepada Ratu Kidul untuk kembali ke Medang Kamulan. Berangkatlah dia dengan Istrinya Retno Blorong ke Medang Kamulan.
Dia mengarah ke barat, lewat Samudra, masuk ke dalam tanah, timbul kembali di tanah pasundan. Masuk ke tanah lagi timbul di Jawa Tengah itu sebabnya di Jawa banyak ditemukan sumber air yang mengandung garam ( Bleng ), sebab sumber itu merupakan petilasan Jaka Linglung tersebut. Dalam perjalanannya diteruskan ke timur lewat bawah tanah dan muncul kembali ke Demak di Desa Walak. Masuk ke tanah lagi dan muncul kembali di Grobogan dan berhenti di rawa – rawa garam .
Medal teleng jalat ri ambles pratala weruh benggang jebul ngardi nenggih in Pasundan milo ing sak puniko kuto Bleng ing tanah jawi, patilasan niro sang Linglung ngudi milo malih majin bumi jebul Demak, ing wala wastaniki, ambles malih ing pantala, anjebol ing Grobogan ing Ngumpak lami.(Sindula : 52).
Dari Ngembak ( Rawa – rawa ? ) Jaka Linglung meneruskan perjalanan ke Banyuwangi, terus ke Jana Cerewek, ke Banjar, Dikil. Di Jati, Jaka Linglung tidur, disitu upasnya jatuh. Tempat jatuhnya upas itu kemudian dinamakan Desa Gasak. Disinilah kemudian ada “Bleduk Upas“ yang tidak dapat dimakan. Jaka Linglung melanjutkan perjalanan sampai ke Kuwu. Disini agak lama. Dari Kuwu inilah Jaka Linglung datang menghadap Prabu Jaka di Medang Kamulan sejak itulah dia diterima sebagai Putera Prabu Jaka. Oleh Prabu Jaka, Jaka Linglung diangkat sebagai Putra Mahkota dengan gelarnya Prabu Anom Linglung Tunggul Wulung. Istana Kadipaten kemudian dipindahkan ke Desa Kesanga. Sedang istrinya Retno Blorong ditempatkan di Grobogan di Desa Ngembak, wilayah Medang Kana. Kedaton Kesanga disebut pula Kedaton Kadipaten, Tumenggungan, Kariyan Panggabean atau Kranggan. Beberapa waktu menjadi Adipati Anom Tunggul Wulung kemudian pergi bertapa di Tunggul Wulung Kesanga.

Ada anggapan / kepercayaan orang disekitarnya kalau bleduk dijadikan tempat untuk bersumpah maka sumpah itu akan sangat luar biasa hasilnya. contohnya jika ada dua orang berseteru tentang suatu hal yang mereka masing – masing mengakui kebenarannya sendiri – sendiri dapat diselesaikan dengan sumpah bledug di tempat itu.

Adanya kandungan garam ditempat itu oleh masyarakat setempat dimanfaatkan untuk membuat garam secara tradisional dengan cara airnya dikeringkan di glagah (bambu yang dibelah jadi dua) , ada juga yang membawa lumpur bledug untuk dibawa pulang konon lumpur itu buat lulur di kulit agar kulit terhindar dari penyakit kulit dan tampak lebih cemerlang bagi kulit yang sudah sehat. jadi bleduk adalah tempat wisata di kabupaten grobogan yang sangat menarik untuk anda kunjungi

Sumber (ref post) : http://www.kedungombo.com



Komentar

Posting Komentar

Silahkan Tinggalkan PESAN dan KESAN sahabat setelah membaca Artikel ini >>
1. LINK AKTIF tidak diperbolehkan di komentar ini.
2. Mari berbagi, berdiskusi dengan berkomentar yang efektif dan membangun
3. Berkomentar hari ini, maka hari itu juga saya akan berkunjung ke Blog sahabat

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Huruf Jawa (Hanacaraka)

Makna dan Filsafat Huruf Jawa Ha-Na-Ca-Ra-Ka  berarti ada ” utusan ” yakni utusan hidup, berupa nafas yang berkewajiban menyatukan jiwa dengan jasat manusia. Maksudnya ada yang mempercayakan, ada yang dipercaya dan ada yang dipercaya untuk bekerja. Ketiga unsur itu adalah Tuhan, manusia dan kewajiban manusia ( sebagai ciptaan).• Da-Ta-Sa-Wa-La  berarti manusia setelah diciptakan sampai dengan data ” saatnya ( dipanggil ) ” tidak boleh sawala ” mengelak ” manusia ( dengan segala atributnya ) harus bersedia melaksanakan, menerima dan menjalankan kehendak Tuhan. Pa-Dha-Ja-Ya-Nya  berarti menyatunya zat pemberi hidup ( Ilahi) dengan yang diberi hidup ( makhluk ). Maksdunya padha ” sama ” atau sesuai, jumbuh, cocok ” tunggal batin yang tercermin dalam perbuatan berdasarkan keluhuran dan keutamaan. Jaya itu ” menang, unggul ” sungguh-sungguh dan bukan menang-menangan ” sekedar menang ” atau menang tidak sportif.• Ma-Ga-Ba-Tha-Nga  berarti menerima segala yang diperintahkan dan

Nafsu Birahi Anak Sekolah

Nafsu Birahi Anak Sekolah (Edukasi) Bila esok itu ada.. tetaplah kau disana.. dihari hari yang kujalani nanti. agar sepertinya kisah ini bukan seperti pelangi.. indah sesaat lalu pergi lagi… Namun setelah saat itu keindahannya tak kutemukan lagi kita semua tahu tak ada badai yang harus di halau,,, tak ada lubang yang harus tertutupi tak ada kekosongan yang harus di isi,,,  Semua sudah jelas tak ada lagi bait-bait yang meski du untai dalam sebuah kisah karena kau, aku dia tahu semua telah berakhir…. Source Ok sahabat, terimakasih sebelumnya sudah mampir di Kradenan . Dengan aktifitas yang sangat padat saya ' admin   berupaya untuk meluangkan sedikit waktunya untuk berbagi. Kali ini mungkin agak berbeda dengan apa yang sebelumnya pernah  ' admin   postingkan. Sudah merupakan bukan rahasia umum lagi dengan kisah-kisah yang tak tabu lagi, yang banyak dialami saudara-saudara di sekitar kita. Tulisan ini diawali dengan kisah nyata: Sebu

Filosofi Kupu-Kupu

Ilmuwan paling terkemuka abad-20, Albert Eisntein mengatakan, "Hanya orang-orang gila yang mengharapkan hasil berbeda tetapi menggunakan cara-cara yang sama." Filsafat Kupu-Kupu Kami belajar pada kupu-kupu. Bukankah kupu-kupu terlihat elok rupawan dan memukau banyak mata? Padahal, awalnya dia hanya seekor ulat yang menjijikkan. Tapi setelah ia berubah rupa menjadi kupu-kupu yang cantik, siapa yang tidak suka melihatnya? Sejarah hidup kupu-kupu Sebelum ia bersalin rupa menjadi elok dan cantik, ia telah melewati berbagai tahap kehidupan. Dulu, ia hanya seekor ulat yang buruk rupa, hidupnya merayap di dahan dan dedaunan, dan kalau tidak beruntung hidupnya berakhir di makan burung atau serangga pemangsanya. setelah matang menjalani kehidupan sebagai ulat, ia pun mencari tempat yang aman dan berubah menjadi kepompong. Badanya terbujur kaku menggantung di dahan dan dedaunan. Ia tak peduli walau siang hari panas terik menyengatnya, dan malam hari dingin menusuknya. B